PALANGKA RAYA - Saat ini penulis mengupas tentang cerita hukum yang sulit untuk dirangkai sebuah kata-kata atau cerita. Dan ini perlu dibuat kronologis yang benar agar tidak salah penafsiran hukum atau privasi, dan secara logika tidak mungkin dilakukan penulis, bahwa itu tentunya sudah melanggar norma-norma hukum Republik Indonesia.
Tepatnya, di pertengahan tahun 2023 ada pihak yang mau berminat terhadap tanah dan bangunan milik penulis di Jalan Cilil Riwut KM 11 Palangka Raya, dengan ukuran tanah lebar 8 X 20 Meter, dengan berbatasan barat Suyatemi, timur H Asran, dan selatan jalan Cilik Riwut, dengan surat SKT atas nama Indra Gunawan.
Saat itu kondisi keluarga penulis lagi berantakan dan dengan isteri bercerai, sehingga karena kondisi tersebut tanah itu dijualkan kepada Davitson Lambung atau Icong dengan niilai Rp.50 juta rupiah di tahun 2022.
Selang satu tahun lebih sekitar pertengahan tahun 2023 atau sekitar 1 tahun lebih setelah itu, bangunan dinilai penulis kelihatan kumuh karena tidak ditepati, maka penulis ada menawarkan kepada seseorang saat itu dan dia mau membeli bangunan itu beserta tanah senilai Rp. 80 juta rupiah.
Namun karena orang tersebut berteman dengan anak H Asran, orang tersebut di sugesti atau diomongkan bahwa jangan beli tanah tersebut bermasalah, bahwa katanya "tanah itu badan jalan". Sehingga orang tersebut tidak jadi membeli tanah itu.
Lalu penulis sempat sedikit emosi kepada H Asran, dan menawarkan kepadanya untuk menggantinya saja, karena dia memiliki bangunan di sebelahnya yang sangat mepet dengan tanah dimilikinya.
Disaksikan RT setempat dan pemilik tanah sebelah serta tokoh masyarakat setempat, ada kesepakatan bahwa H Asran menganti tanah itu dengan harga Rp. 70 juta dengan diberikan DP sebesar Rp. 15 juta rupiah dengan sisanya akan dilunasi sekitar lamanya satu bulan.
Penulis dalam hal itu, membuat kwitansi menjual tanah dengan SKT atas nama Indra Gunawan dengan nomor surat yang ditanda tangani oleh ketua RT dan Lurah Petuk Katimpun saat itu serta teregister di Kelurahan.
"Sebelumnya sudah disampaikan bahwa surat tanahnya asli (SKT) dengan orangan orang lain, dengan nilai 50 juta, " kata Indra Gunawan memperjelas.
Namun tidak begitu lama sekitar satu minggu setelah diberikan uang DP, bangunan yang ada ditanah tersebut dirobohkan tanpa sepengetahuan pemilik atau Indra Gunawan, dan diketahui ada pembongkaran dari Davitson Lambung, yang menghubunginya.
Karena saat itu urusan belum selesai dengan H Asran tentang pelunasan harga tanah tersebut, penulis tidak enak untuk mengangkat telepon karena merasa bersalah dan semestinya tidak seperti saat ini, dibongkar bangunan tanpa adanya pemberitahuan.
Penulis langsung menghubungi saudara H Asran, dan mempertanyakan kenapa bangunan nya itu dibongkar tanpa ada pelunasan atau seperti kesepakatan sebelumnya.
Dan saat itu penulis meminta kepada H Asran untuk segera melunasi sisa pembayaran untuk memberikan kepada Saudara Davitson Lambung sebesar Rp 50 juta rupiah.
Namun uang H Asran tidak ada malah aplikasi whatshap penulis langsung diblok, karena penulis sempat akan melaporkan terkait pengrusakan terhadap H Asran.
Singkat cerita, Davitson Lambung melalui saudara Hanyi berkeinginan untuk saya ikut melaporkan H Asran tentang pengrusakan dan juga saat itu ada salah satu Advokat bernama Haruman Sopono, juga merayu saya untuk bisa jadi saksi melaporkan hH Asran, dan berharap mengembalikan uang Davitson Lambung sebesar Rp 50 juta ples nilai bangunan Rp. 20 juta rupiah.
Penulis merasa kasihan dengan H Asran untuk melaporkan ke aparat kepolisian karena merasa tetangga selama itu, dan bertujuan bagaimana agar bisa mengembalikan uang milik Davitson Lambung dan mengambil kembali surat asli SKT atas tanah itu.
"Saat itu penulis ada uang Rp. 20 juta rupiah dan menitipkan satu unit mobil Suzuki Grend Vitara kepada Davitson Lambung, namun pihaknya berkehendak uang kontan 50 juta rupiah, " jelasnya.
Selanjutnya Haruman Sopono, melaporkan masalah ini ke Polresta Palangka Raya, terkait pengrusakan. H Asran diperiksa dan beberapa orang juga termasuk RT dan penulis diperiksa, dan saat itu dijelaskan sesuai kronologis sebenarnya bahwa memang H Asran mau membeli tanah itu, tapi tidak dengan segera merobohkan banguna yang belum Lunas, sehingga dibalik itu ada niat tidak baik dari H Asran dalam masalah ini.
Hingga berlarutnya masalah ini berbulan-bulan, dan pembayaran yang dijanjikan oleh H Asran tidak juga bisa direalisasikan, bahkan meminta surat tanah itu diberikan kepadanya.
Dibayarkan oleh H Asran ala kadarnya, ada yang dikirim 1 juta dan 2 juta, sehingga penulis sempat berkata bagaimana ini bisa menyelesaikan urusan, sedangkan nanti penulis akan mengambil surat tanah itu dengan uang kontan 50 juta rupiah.
Selanjutnya penulis dipanggil ke rumah di jalan Cilik Riwut KM 11 untuk mengambil sisa uang katanya. Penulis beberapa kali dihubungi untuk kerumah, penulis sebenar tidak berkenan, tetapi karena didesak penulis datang menjumpai juga.
Saat itu penulis di sudurkan lagi kwitansi dan disuruh tanda tangan, serta difoto juga, dan tidak berselang lama datang anak penulis yang bungsu. Saat itu penulis merasa tidak enak akan kehadiran anaknya, karena ini bukan masalah keluarganya, akan tetapi pihak H Asran memanggil anak kandung penulis.
Entah bagaimana sehingga selang berjalan 1 tahun lebih, dan saat ini penulis berada di Rutan Kelas IIA Palangka Raya, dengan sangkaan "penipuan" yang masih menunggu proses hukum yang seharusnya dilalui melalui musyawarah mufakat dan bukannya ke Pihak kepolisian yang secara hukum positif juga berupaya diselesaikan secara kekeluargaan oleh kedua belah pihak.
Upaya-upaya pemaksaan oleh sebelumnya sebagai advokat pihak sebelah (DL) dan saat ini pro ke pihak musuh/sebelahnya (H.Asran).
Yaitu berupa pemaksaan untuk pihak penyidik untuk segera melidik penulis untuk disangka kan, dengan cara melaporkan ke pihak Propam Polda kalteng, dan akhirnya pihak penyidik ditekan dan terkahir diduga juga dekat dengan kepala kepolisian Palangka Raya saat ini yang baru menjabat.
Yang jadi pemikiran penulis saat ini, penulis dikatakan disangka penipuan! Sedangkan harga tanah belum dilunaskan, yang saat ini diterima penulis sekitar kurang lebih Rp 40 jutaan dari harga Rp. 70 juta rupiah.
Dan saat ini diharuskan mengembalikan uang tersebut sebesar Rp 70 juta rupiah, sedangkan bangunan yang digusur/dirobohkan oleh H Asran, penulis menghabiskan dana sekitar Rp. 60 juta rupiah.
"Mengembalikan uang H Asran Rp 70 juta rupiah, ditambahkan mengembalikan banguan yang dirobohkan senilai Rp.60 juta rupiah, maka total Rp 130 juta rupiah, " tandas Indra Gunawan.
Indra Gunawan, yang sehari-hari sebagai salah satu Jurnalis dan Lembaga Advokasi Hukum, merasa sangat keberatan akan hal itu. Menurutnya seharusnya seorang Advokat harus melalui jalur kekeluargaan atau musyawarah mufakat dalam menyelesaikan carut marut masalah ini.
Karena menurutnya, inikan tentang pertanggung jawaban semua, apakah tetap untuk mengambil/menebus dengan Saudara DL sebesar Rp. 50 juta rupiah, atau mengembalikan uang H Asran dengan hitung-hitungan yang tidak memberatkan pihak lain.
"Saya hingga sampai saat ini bersedia mengembalikan uang H Asran, tapi harus ada tata cara yang baik, tidak memberatkan pihak lain, yang seharusnya hal ini akibat ulah H Asran itu sendiri, " urainya.
Harapannya, masalah ini segera di Meja hijaukan, agar lebih jelas dan ada pandangan-pandangan hukum yang baik, karena pihak penulis bersedia mengembalikan uang yang tela diberikan kepada penulis selama ini.
Karena juga ada perbuatan hukum positif yang lebih duluan dilakukan oleh H Asran, terhadap bangunan yang masih milik saudara Indra Gunawan yang digusur tanpa sepengetahuannya.
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|
Demikian gambaran hukum yang saat ini dialami salah satu penulis/jurnalis yang dalam kegiatan hukum dan sosial selalu peka dan peduli terhadap keadilan, semoga bisa bermanfaat kepada pihak yang mengambil kebijakan nantinya.(//)